Senin, 04 Juni 2012

Broken Heart

Rasanya begitu penat menjalani kulyah seminggu ini, begitu banyak tugas yang harus dikerjakan. Ingin skali rasanya hari minggu ini menghabiskan waktuku bersama Raka pacarku, Hanya dia yang selalu bisa memotivasiku untuk terus bersemangat. Terkadang hanya denggan melihat senyumnya saja sudah bisa menghapus segala lelahku. Menjalani hubungan yang hampiir 4 tahun dengannya membuatnya begitu mengerti tentang aku. Terkadang aku berfikir mungkin dialah pangeran yang yang diciptkan-Nya untukku. Begitu banyak hal-hal indah yg telah kami lalui bersama dan semua memori itu terekam dan tidak mungkin terhapus dari ingatanku. Seperti biasa setelah mengirim sms untuk mengajaknya pergi jalan, beberapa menit kemudian dia tiba untuk menjeputku, hari itu begitu indah, tidak perlu hal-hal mewah atau tempat yang indah, bisa selalu bersamanya saja merupakan kebahagiaan yang luar biasa bagiku. Tidak beda halnya dengan orang-orang pada umunya, hubungan kami juga tidak terlepas dari keposesifan, terkadang batasan-batasan yang dia buat untukku mengakibatkan aku juga terpaksa harus bersikap posesif padanya. Cemburu merupakan pertanda dia menyangi kita juga terkadang dijadikannya senjata untuk mengekangku, namun sejauh itu masih bisa ku jalani, aku lakukan dengan ikhlas asalkan hubungan itu tetap berjalan dengan baik. Seperti biasanya setelah lelah berkeliling, kami singgah disebuah kafe, memesan makanan dan kembali bercanda gurau, dia termasuk pria humoris yang selalu bisa buat aku tertawa. Hingga akhirnya HP ku menerima sebuah sms dari seorang teman lelaki yang tidak lain teman sekelasku dikampus. “Siapa Dil?” tanyanya padaku, aku menangkap respon penyelidikan darinya dan ku jawab pertanyaan itu dengan jujur, “Temen sekelasku” kemudian ku jelaskan padanya siapa dia dan aku perlihatkan padanya isi sms itu. Aku melihat tidak ada raut amarah diwajahnya, hingga akhirnya kami pun pulang. Setelah dia mengantarku, dia pun pamit hendak pulang, namun sebelum membiarkannya pulang, aku memastikan dia tidak menyimpan unek-unek dalam hatinya atas kejadian tadi, karena aku begitu mengenal wataknya yang sangat pencemburu. “Kamu gak marah kan sama aku karena sms tadi” tanyaku padanya. “Gak koq Dil, tenang aja, aku pulang dulu ya”. Dia pun pulang dan ternyata hari itu adalah hari terakhir kami jalan bersama. Ku fikir senyum terakhir yang ia berikan menandakan semuanya baik-baik saja, namun aku salah, bibir tersenyum itu menyembunyikan hati yang terbakar cemburu, aku tidak menyangka setelah dari rumahku dia mencari tau segala informasi tentang siapa tadi yang mengirim sms padaku, ternyata penjelasan yang kuberikan padanya tidak cukup meyakinkan dirinya bahwa aku jujur padanya. Dan aku tidak tahu darimana ia mendapatkan informasi tentang temanku itu sampai-sampai informasi itu menyebutkan temanku itu memiliki kedekatan spesial denganku. Keesokan harinya aku terkejut melihat Raka yang tanpa memberitahu terlebih dahulu tiba-tiba telah berada diteras rumahku. Aku merasa ada yang tidak beres hari itu, selain sms ku yang tidak dibalas sejak pagi hingga kedatangannya yang begitu mendadak. Namu aku tetap menyambutnya dengan ramah, “Kamu datang kok gak bilang2, untung aku langsung pulang”, belum sempat aku menyelesaikan ucapanku Raka langsung menyela “Kenapa, ada rencana jalan2 dengan teman spesialmu itu ya Dil?” ucap Raka begitu ketusnya padaku. Aku begitu tidak menyangka dengan respon yang dia berikan, selama hampir 4 tahun aku menjalin hubungan dengannya, tidak sekalipun dia pernah mengucapkan kata-kata yang kasar padaku. “Kamu koq ngomong gitu, teman spesial apa?, kamu marah tentang sms semalam?” aku tetap berusaha meredam suasana, aku tidak ingin membalas api dengan api, meskipun hatiku begitu sakit mendengar tuduhan yang tidak pernah ku lakukan. “Udahlah Dil, gak usah sok baik lagi didepanku, kamu gak bisa dipercaya, kecewa aku sama kamu, gak nyangka aku kamu nyalah gunain kepercayaan yang aku kasi buat kamu” Raka mulai memperjelas amarahnya, tanpa perduli aku yang tidak pernah kuat mendengar orang lain berkata-kata kasaar didepanku. “Aku gak ngerti maksud kamu Ka, jangan fitnah aku sembarangan, kenapa seh gak bisa sedikit aja kamu tuh percaya kalo aku gak pernah berkhianat, bahkan untuk berteman dengan laki-laki lain aja ku sering menjaga jarak dengan mereka” aku coba untuk tetap menguatkan hati untuk menjelaskan padanya bahwa aku tidak salah. “Terserah kamu mau bilang apa, aku udah gak percaya lagi sama kamu, aku gak mau lagi ngejalanin hubungan dengan perempuan penipu” Raka pun beranjak dari tempat duduknya hendak pulang tanpa memperdulikan air mata itu hampir mengalir dipipiku. Aku mencoba mencegahnya dengan menarik lengannya kemudian menjellaskan padanya bahwa aku tidak bersalah “Please dengerin aku dulu, aku udah jujur sama kamu, kasi tau aku siapa yang udah fitnah aku kayak gini”. “Kamu gak perlu tau siapa orangnya, yang pastinya aku gak bisa percaya sama kamu lagi, kita Putus” Raka kemudian berlalu meninggalkanku yang berdiri mematung tak percaya dengan kata-kata yang baru kudengar. Begitu mudahnya ia mengucapkan kata-kata putus tanpa pernah memikirkan hancurnya perasaanku. Aku diputuskan atas kesalahan yang tidak pernah ku perbuat. Bagaimana bisa cintaku dibalas penindasan seperti ini. Aku yang selalu menjaga agar hubungan ini tetap berjalan baik ternyata akhirnya hanya bisa membiarkan air mata itu menetes begitu banyak. Andai dia tau yang sebenarnya bahwa aku selalu memujanya bahkan tidak pernah seorang pun singgah dihati ini sejak aku mengenalnya. Keegoisannya tumbuh tanpa ampun saat ia merasa terkhianati, tapi layakkah itu kuterima atas kesalahan yang tidak perna ku perbuat??

Tidak ada komentar:

Posting Komentar