Rabu, 23 Mei 2012

Akulah Dia, Dia itu Kamu

Mari lebih peka membaca situasi, cintai yang layak dicintai, karena akan begitu indah jika memang cinta itu diberikan kepada dia yang berhak menerimanya...Namun terkadang kita lalai, mencari dia yang sebenarnya ada didekat kita. Kisah ini hanya fiktif, namun relaitanya banyak terjadi dimasyarakat. Semoga bisa jadi acuan untuk anda yang sedang mencari cinta sejati
^_^

"Akulah Dia, Dia itu Kamu"


“Tar”
“Tariiiiiii....”
“Kamu dari tadi aku panggil masak gak dengar seh?” tanya Rian.
“hmmmm..maaf yan, aku buru-buru, kamu pulang aja duluan, aku masih ada urusan di biro administrasi” sahut Tari.
“Owh, gitu ya..yaudah..nanti malam aku kerumahmu ya Tar, ada yang mau aku ceritain neh, aku butuh pendapatmu”
Tari akhirnya menghentikan langkahnya, “cerita apa, berantem lagi ama pacarmu..?” tanyanya pada Rian.
“Kamu kenapa seh Tar?, jutek amat, gak biasanya, kalo gak boleh yaudah”
“Maaf yan, aku banyak fikiran, jadinya agak sensi, yaudah kamu datang aja, sms aja nanti, OK”
“Siippp..gitu donk best friend ku”, Rian beranjak meninggalkan Tari yang masih berdiri terpaku.
            Tari menghela nafas, iya sudah tau apa yang akan diceritakan sahabatnya tersebut, yang tidak lain tentang pacarnya. Sejak mereka bersahabat, Rian selalu curhat masalah pribadinya ke Tari, dan Tari selalu dengan senang hati mendengarkannya. Namun berbeda halnya dengan setahun belakangan ini, Tari mulai merasa jengkel jika harus mendengar Rian menyebut nama wanita lain dihadapannya, apalagi Rian sampai menyukainya. Tari mencoba menepis perasaan spesial dihatinya terhadap Rian, namun ia tidak dapat membohongi dirinya sendiri kalau dia benar-benar jatuh cinta pada sahabatnya tersebut.  Apalagi jika sahabatnya tersebut dikecewakan oleh wanita lain. Tapi sayangnya Rian tidak pernah menyadari hal itu. Dia selalu menganggap perhatian yang diberikan Tari padanya hanya sebatas persahabatan saja. Bukan berarti Rian tidak menyayangi Tari, namun Rian lebih  bisa berkomitmen dalam menjaga hatinya.
HP Tari berdering, ternyata sms dari Rian, “Tar aku datang ya”, Tari pun membalasnya, “yaudah, dtg aja”. Beberapa menit kemudian Rian pun tiba dan disambut hangat oleh Tari.
“Kamu mau cerita apa seh yan?”, Tari memulai pembicaraan. “Aku diputusin sama Indri tadi malam, gara-gara aku belakangan terlalu sibuk sama kulyah aku, aku mesti gimana Tar?’”
“Masak dia g bisa seh ngertiin kamu dikit, kita kan udah mau tamat, wajar donk agak sibuk” jawab Tari sewot. “Itu dia masalahnya Tar, dia gak bisa ngerti, padahal aku udah mulai serius ngejalanin hubungan kami”. Hati Tari teriris mendengar kalimat yang baru saja diucapkan Rian. “Kalo memang gitu, kamu usaha aja lagi Yan, minta pengertian dia, kamu juga harus bisa ngertiin perasaan dia yang butuh diperhatiin” Tari tetap mencoba memberikan nasehat padahal hatinya tidak senada dengan apa yang dia ucapkan. “Iya dech Tar, nanti aku usahakan lagi, susah banget ya Tar dapetin pacar yang bisa nerima kita apa adanya”, Tari tehenyak, ingin sekali dia mengatakan “Aqu lah dia yang selama ini kamu cari, tapi sayang, kau tidak pernah menyadari itu.
                “Oia Tar, belakangan ini status fb mu galau terus, siapa seh laki-laki yang bisa buat seorang Tari galu?” Rian mulai mengganti topik pembicaraan. “Gak kok Yan, Cuma status iseng-iseng doang” Tari terpaksa membohongi Rian, karena tidak mungkin Tari mengatakan “kamu lah dia yang selama ini buat kekacauan dihatiku”. “Gak enak, udah mulai gak terbuka sama aku”, Rian kesal merasa sekarang banyak perubahan pada Tari, terlebih banyak hal yang ditutupi Tari dari Rian. Tapi Rian tidak pernah memaksa sahabatnya tersebut untuk berbagi hal yang memang sulit untuk diceritakan ke orang lain. Rian tau, Tari adalah sosok wanita yang tegar dan tau apa yang harus dia perbuat. Jauh didalam hatinya, dia begitu mengagumi sahabatnya tersebut, terkadang ia berfikir kenapa harus mencari yang lain, didepan matanya ada seorang wanita yang baginya begitu sempurna, namun rasa takut mengecewakan sahabatnya tersebut yang akhirnya dapat merusak persahabatan mereka membuat Rian mengurungkan niat itu.
                Pagi itu begitu cerah, sebagai mahasiswa yang sudah hampir tamat, begitu banyak urusan yang harus diselesaikan. Rian berniat menuju Ruang dekan fakultas, dan melewati mading kampus, namun pagi itu, mading begitu ramai dikerumuni orang, Rian pun tertarik melihat, ia mendatangi mading dan mencari tahu pengumuman apa yang sedang dilihat oleh orang-orang. Akhirnya Rian mengetahui bahwa itu adalah pengumuan Mahasiswa/i yang mendapatkan beasiswa mengambil S2 diluar negeri. Namun yang membuat Rian begitu terkejut ialah ada nama Tari pada salah satu mahasiswi yang mendapat beasiswa. Selama ini Tari tidak pernah menceritakan masalah beasiswa tersebut padanya. Selama 2 hari ini, Setelah kerumahnya 2 hari yang lalu, Rian tiidak pernah lagi bertemu Tari, Tari jarang membalas sms-smsnya, dia hanya mengatakan dia banyak urusan. Rian mencoba mencari Tari dikelasnya, namun tidak juga menemukannya. Kata teman-temannya, dua hari ini Tari tidak kekampus. Sepulang dari kampus Rian pun berniat mampir kerumah Tari, Ia begitu rindu pada sahabatnya tersebut, sekalian Rian ingin mengucapkan selamat atas beasiswa yang diterima Tari, meskipun Rian tau, dia bakalan sulit untuk bertemu lagi dengan Tari jika memang Tari mengambi beasiswa ke luar negri tersebut.
Sesampainya dirumah Tari, ibu Tari menyambut Rian dan mengatakan bahwa Tari sudah pergi ke Malaysia sejak 2 hari yang lau, mengurus beasiswa yang ia terima dari kampus. Kemungkinan Tari akan terus menetap disana, dan ijazahnya akan dikirimkan saja, karena begitu repot jika dia harus bolak-balik. Rian tertegun mendengar penjelasan ibu Tari, ada perasaan senang, dan sedih yang luar biasa dalam hatinya, ia tiba-tiba merasa begitu kehilangan, kehilangan sahabat yang begitu ia sayang, sahabat yang selama ini begitu mengerti akan dirinya. Rian juga merasa kecewa Tari merahasiakan segalanya darinya, Termasuk pergi begitu saja tanpa pamit padanya. Tari memang pergi untuk kembali, tapi itu entah kapan. Segala hal yang kini berkecamuk difikiran Rian terbuyarkan, Ibu Tari tiba-tiba memberikan Rian sebuah surat yang ditinggalkan Tari untuknya.

Dear Best Friend

            Maaf ya Yan, selama ini aku menyembunyikan pengambilan beasiswa ini, karena aku gak yakin bakal ngedapetinnya. Tapi ternyata aku berhasil. Aku ingin sekali berbagi kebahagiaan ini padamu, tapi aku takut berbagi denganmu akan membuatku lemah, aku takut tidak sanggup pergi jika harus melihat senyummu. Aku gak tau Yan, sejak kapan dirimu begitu spesial melebihi seorang sahabat dihatiku, aku tidak bisa menjaga hati untuuk tidak mencintaimu. Dirimu terlalu spesial sampai hati ini tidak pernah membiarkanku menyukai yang lain. Bagaimana  aku tidak galau jika orang yang ku sayang tersakiti, bagaimana aku tidak resah jika orang yang ku cintai mencintai yang lain. Aku ingin membawa perasaan ini pergi bersamaku tanpa memberitahumu, tapi rasanya itu bukan yang terbaik, menyembunyikannya akan membuatku semakin terluka. Dan sekarang aku lega, aku juga tidak mengharapkan balasan atas rasa ini, ingat aqu di hatimu selamanya saja sudah lebih dari cukup....                                                                                            
                                                                                                             Tari

                Tubuh Rian terhempas ke lantai, menyesali dirinya yang begitu bodoh, selama ini ia begitu sering dikecewakan oleh wanita, dan terus mencari, tanpa pernah menyadari dia yang dicari telah berada didekatnya. Begitu pandai Tari menyembunyikan segalanya darinya, betapa kuatnya ia memendam rasa itu selama ini. Ingin sekali rasanya ia bertemu Tari dan mengucapkan beribu maaf atas dirinya yang tidak pernah peka atas perhatian yang diberikan Tari padanya. Rianpun menyadari betapa kehilangannya dia akan sosok sahabat  terbaiknya tersebut. Ingin sekali ia bertemu Tari lalu memeluknya dan mengatakan diapun begitu menyayanginya. Rian mengambil HP nya dan mengetik sms untuk Tari.
“Maafkan aku yang terlambat menyadari segalanya, aku terlalu memikirkan indahnya persahabatan sampai mengabaikan dirimu seorang wanita yang begitu rapuh akan perasaan, aku juga menyayangimu Tari, kejarlah cita-citamu, jika kau memintaku untuk mengingatmu selamanya, maka aku akan berjanji tuk menunggumu kembali”.






Senin, 14 Mei 2012

Pergi

Kisah ini ku tulis karena terinspirasi dari rasa rindu pada almarhumah nenekku, almarhumah pergi dan tidak akan kembali lagi. Beliau merupakan ibu kedua bagiku, menyayangiku seperti anak bukan cucu.
Namun sayangnya aku tidak bisa berada di sampingnya saat Allah memanggilnya, Allah hanya memberiku kesempatan memeluk dan merawat ia sakit 3 minggu sebelum beliau pergi, dan hanya diberi kesempatan mengecup pipinya sekali sebelum ia terbaring diperistirahatan abadinya.
Kini beliau telah tenang di sisi-Nya.
Dan kelak dengan izin dari-Nya, Insya Allah kami akan berkumpul kembali di surga.
Amin..

Cerpen pertamaku : Pergi


Kepalaku terasa masih sakit, padahal aku sudah cukup lama tertidur, tapi terasa begitu cepat azan subuh itu berkumandang, aku memaksakan diri untuk bangun dan segera kekamar mandi untuk berwudhu’ lalu melaksanakan kewajiban shalat subuh itu, dalam do’a ku berharap segala yang terbaik diberikan sang pencipta padaku, karena akhir-akhir ini aku merasakan firasat yang tidak enak, aku berharap tidak terjadi sesuatu yang buruk dikehidupanku.
Menjelang pagi ku lewati dengan mendengarkan siaran radio yang saat itu sedang memutar kaset mengaji yang cukup menenangkan fikiranku, didalam kamar kost itu aku terbaring melihat ke langit-langit kamar, tubuhku terasa lemas, sepertinya aku akan demam, obat sakit kepala yang ku minum sebelum tidur tadi malam ternyata tidak cukup mujarap menghilangkan nyerinya. Tiba-tiba aku teringat keluargaku dikampung halaman yang letaknya 4 jam dari kota tempatku menuntut ilmu disalah satu perguruan tinggi dikota tersebut. Aku begitu merindukan keluargaku yang sudah dua bulan tidak bertemu, ingin sekali rasanya jika sedang sakit seperti ini aku berada didekat bunda.
Seakan memiliki kontak batin yang kuat antara seorang ibu dan anak, saat itu juga HP ku berdering yang ternyata adalah telpon dari bundaku. Aku heran karena tidak biasanya bunda menelpon ku sepagi ini, aku melihat jam masih menunjukkan pukul enam pagi. Aku langsung saja menjawab telpon tersebut dan seakan tubuh ini semakin melemah setelah menjawab telpon dan mendengarkan kabar yang begitu tidak ku sangka, tubuhku bergetar, tanpa sadar aku tidak menjawab sepatah katapun apa yang dikatakan bundaku, malah aku langsung memutus telpon tersebut. Aku masih tidak percaya dengan kabar tersebut, namun sungai kecil itu mulai mengalir dpipiku, isak tangisku mulai mengisi ruang kamar itu, aku berusaha mencubit pipiku berharap ini hanya sebuah mimpi, namun rasanya begitu sakit, aku kembali meraung dalam tangis ternyata ini adalah kenyataan.
Aku segera mandi kemudian bergegas bersiap-siap menuju terminal bus untuk segera memesan tiket agar bisa secepatnya tiba dikampung halaman. Hanya butuh beberapa menit menunggu bus yang kutumpangi pun berangkat. Diperjalanan aku tak henti mencoba menahan diri agar air mata itu tidak jatuh ditengah-tengah para penumpang lain yang tidak ku kenal. Aku mulai menyadari ternyata ini semua jawaban dari segala firasatku yang tidak enak selama ini, sejalan dengan bus yang terus melaju, aku terhanyut dalam lamunan dan kesedihanku.
Aku tiba diterminal kampung halamanku dan segera seorang tukang becak mengantarkanku kerumah. Sesampainya dirumah aku diliputi perasaan heran luar biasa, didepan rumah aku disambut oleh nenekku yang tersenyum manis menunggu kepulanganku, akupun langsung saja memeluknya yang membuatnya juga heran dengan sikapku. Ibu pun keluar dari rumah dan kemudian aku menyalami tangannya. Ingin sekali rasanya aku menyampaikan segala hal yang ada dibenakku ini, namun tiba-tiba saja ibu mengajakku masuk kedalam rumah. Sejuta tanda tanya melayang saat aku melangkah masuk kedalam rumah, aku kembali melihat nenek yang sedari kecilku memang tinggal bersama kami, aku melihatnya dengan tanpa ada keanehan sama sekali padanya, malahan aku melihat wajahnya yang kian berseri saat tersenyum padaku.
Aku mendatangi nenek kekamarnya, saat itu ku lihat nenek sedang mempersiapkan tas baju dan memasukkan beberapa baju kedalamnya, aku semakin heran dengan apa yang ku lihat, kenapa disaat aku baru tiba dirumah nenek malah hendak pergi, lagipula tidak biasanya nenek pergi dengan membawa baju sebanyak itu. Aku pun menanyakannya pada nenek, dan nenek hanya menjawab sederhana sambil tersenyum, nenek bilang dia hendak pergi dan begitu senang bisa pergi karena aku telah pulang dan melihat kepergiannya, jawaban yang begitu membuatku tidak mengerti.
Kemana nenek akan pergi, siapa yang menemaninya, dan berapa lama dia akan pergi sedikitpun tidak ia beritahukan padaku. Aku pun keluar dari kamar tersebut bermaksud menanyakannya dengan ibuku, namun aku malah semakin terkejut tiba-tiba saja anak-anak dan cucu-cucu nenek yang lain telah berkumpul dirumahku. Aku hanya diam mematung tidak mengerti dengan situasi yang aku alami saat itu
            Nenek kemudian memeluk kami satu persatu dan mengatakan dia begitu senang disaat dia hendak pergi anak dan cucunya bisa melihat kepergiannya, aku tidak bisa memahami kata-kata nenek tersebut seakan nenek hendak pergi dan tidak akan kembali. Namun aku sendiri pun saat itu tidak bisa berbuat apa-apa, ingin sekali aku menghalangi kepergiannya, namun aku seakan tidak bisa berbuat apa-apa kecuali bersedih dan sesaat itu juga aku dan anak cucu nenek yang lain sontak menangis melihat nenek mulai melangkah keluar dari rumah dan terus saja berjalan menjauh hingga tidak lagi terlihat olehku.
            Aku melihat mereka semua menangis dan akupun sama seperti mereka tidak bisa menyembunyikan kesedihanku, tiba-tiba bahuku dipukul oleh seseorang, perlahan dan lama-kelamaan semakin keras dan akupun terjaga dari tidurku dan mendapati diriku hanya tinggal sendirian didalam bus tersebut, aku begitu terkejut melihat sekelilingku sudah sepi tidak ada penumpang, aku merapikan kerudung yang kukenakan yang mulai agak kusut dan baru menyadari ternyata aku baru saja bermimpi, aku kembali teringat ternyata aku tertidur cukup lama dalam perjalanan pulang kekampung halaman karena menerima kabar tadi subuh dari bundaku bahwa nenekku meninggal dunia. Aku tidak menyangka dalam perjalanan tersebut aku akan tertidur dan bermimpi bertemu dengan nenekku, ternyata nenekku menyambut kepulanganku dan mengucapkan salam perpisahannya padaku lewat mimpi, aku kembali merasa begitu sedih.
            Aku tiba dirumah duka yang telah dipenuhi oleh para pelayat, aku melihat semua anak dan cucu nenek yang berkumpul menangis mengerumuni sesosok jasat yang tidak lagi bernyawa itu, dengan langkah gontai aku menghapiri mereka dan jatuh dalam pelukan bundaku, bundaku mengusap kepalaku dan memintaku agar mengikhlaskan kepergian nenek yang begitu mendadak itu. Aku hanya bisa menangis tanpa bisa berkata apa-apa, mereka pun mempersilahkan ku mencium nenek untuk terakhir kalinya sebelum akan diselenggarakan fardhu kifayah yang berikutnya.
Rasanya sulit bagiku menerima kenyataan nenek pergi untuk selamanya, masih teringat olehku saat terakhir aku hendak pergi meninggalkan rumah dimana aku masih menciumnya dalam keadaan sehat wal’afiat, aku juga masih teringat dengan nasehat-nasehat terakhirnya. Namun kini dia terbaring tak berdaya, meskipun begitu aku tetap mengikhlaskannya karena semuanya adalah kehendak yang Maha Kuasa dan yakin bahwa nenek kini telah tenang di sisih-Nya.



Rabu, 09 Mei 2012

Akankah luka itu hadir kembali?


Waktu memang penghipnotis terbaik, kita tidak pernah sadar saat perputarannya yang begitu cepat memindahkan kita dari hari kehari. Tanpa ku sadari 12 bulan telah berlalu semenjak luka itu tergores, beda halnya dengan rasa sakitnya yang msh jelas terasa didada. Seperti merangkak, begitu susahnya meninggalkan tragedi itu agar tidak ku ingat lagi. Seakan meneguk air dipadang pasir, saat aku menerima uluran tangannya yang memberiku sedikit tenaga untuk bisa berjalan dan pergi meninggalkan luka itu, hingga akhirnya kami berlari, tersesat disebuah fatamorgana yang begitu indahnya..
Gelisah ternyata cemburu dengan kebahagiaanku, aku terhasut oleh pemikiran akan terulangnya lagi kekecewaan dimasa depan, Kebingungan pun tak kalah hebat meracuni otak ku, dia paksa aku berjalan, mencari kebahagiaan sejati, tapi dimana harus ku temukan?
Aku tak tau arah, aku takut kembali keluka lama, atau akankah terperangkap dijalan menuju luka berikutnya?
 
               

Selasa, 08 Mei 2012

Diam

Satu kata yang begitu sederhana
Baik untuk diucapkan maupun dilakukan
Kegiatan tanpa suara namun kaya akan makna.
Dengan diam, mungkin saja seseorang sedang marah,
dengan diam, terkadang cara seseorang mengungkapkan rasa setuju,
tidak sedikit pula rasa cinta yang tidak terungkapkan itu hanya bisa di diamkan saja..
Begitu banyak bukan hal-hal yang bisa terwakilkan dengan diam,.
Begitu berharganya suara ini jika hanya dipergunakan untuk hal yang tidak bermanfaat, terkadang tanpa disadari, suara indah ini telah menyakiti hati seseorang..
Begitu banyak caci maki, fitnah, dan problem-problem yang timbul hanya karena lisan yang tidak terjaga..
Bibir ini memang diciptakan untuk berbicara, namun terkadang kita lalai, menggunakannya tidak pada waktunya...
Sebaliknya saat apa yang telah mereka ucapkan diminta pertanggung jawabannya, apa yang bisa mereka perbuat?
mereka diam seribu bahasa, kemana suara-suara yang tadinya hingar-bingar?
mereka menggunakan diam untuk bersembunyi dari kessalahan
Segala sesuatu itu akan bermanfaat jika tepat pelaksanaanya
Begitu juga dengan diam dan berbicara
lakukan pada saat yang tepat
Jangan jadikan diam sebagai alibi untuk menutupi lisan yang tak terjaga
Jangan pula biarkan lisan itu mengeluarkan perkataan yang berakibat murka
So...fikir-fikir dulu sebelum bertindak
mari kita minimalis ucapan-ucapan yang tidak berharga
ingat kawan,,suara kita begitu berharga..
^_^