Minggu, 23 Juni 2013

10. Dunia Baru (Pelangi Setelah Hujan)



10. Dunia Baru

Ilmi terbangun dari tidurnya setelah tertidur cukup lama, kepalanya masih begitu pusing setelah melewati perjalanan seharian ditambah dinginnya udara malam hari. Malam itu tidak sedikitpun mata Ilmi bisa terpejam ketika sketsa kejadian-kejadian pagi itu kembali menari-nari dibenaknya.
Ilmi melihat jam di dinding kamar itu menunjukkan pukul setengah dua siang, ia menyadari dirinya tertidur cukup lama, namun ia tidak melihat Putri ada disekelilingnya, mungkin dia masih kuliah fikirnya dalam hati.
Perutnya terasa lapar, maklumlah sedari tadi malam belum ada makanan yang mengisi perutnya. Ilmi tidak berani menggunakan uang yang ia miliki untuk membeli makanan takut jika terjadi apa-apa ia tidak memiliki cukup uang untuk menanggulanginya. Tadi pagi juga saat Putri mengajaknya untuk makan Ilmi terpaksa membohonginya dan mengatakan bahwa dia sudah makan.
Ilmi perlahan bangun dari kasur dan beranjak kekamar mandi guna membersihkan diri dari rasa peluh akan segala lelahnya aktivitas semalam. Setelah selesai mandi Ilmi berinisiatif untuk keluar mencari warung nasi untuk membeli makanan karena perutnya terasa begitu lapar. Tidak jauh dari kost-kosan Putri terdapat banyak warung nasi yang menjual makanan, Ilmi melihat-lihat warung yang sekiranya tidak menjual makanan dengan harga yang mahal.
Ilmi kini duduk di salah satu tempat yang ia rasa cukukp sederhana dan terbilang lumayan bersih. Ilmi memesan makanan dengan lauk sekedarnya, asalkan sejengkal perut itu bisa terisi makanan saja sudah cukup baginya.
Sambil menyantap makanannya ia memperhatikan si Ibu yang berjualan kelihatan kewalahan dalam melayani pelanggan, warung tempatnya makan tersebut meskipun dari luar terlihat biasa-biasa saja namun tampaknya sangat laris, mungkin karena rasanya yang cukup enak menurut Ilmi. Ilmi masih terus memperhatikan banyaknya pelanggan yang harus mengantri lama untuk sekedar mendapatkan sebungkus nasi.
Setelah menghabiskan makanannya Ilmi kembali merasa tenaganya hampir pulih. Namun ia kembali memikirkan bagaimana dia bisa berkesinambungan hidup di tempat itu jika tidak memiliki pekerjaan yang jadi sumber pendapatan. Tidak mungkin dia merepotkan Putri lagi dengan menanggung biaya hidupnya sementara dapat tumpangan hidup saja sudah sangat berarti baginya.
Ilmi berfikir untuk mencoba mengajukan niatnya bekerja di warung nasi tersebut melihat betapa repotnya sang Ibu penjual dalam melayani pembeli. Setelah melihat para pembeli sudah mulai berangsur pergi, Ilmi pun membayar nasi yang telah ia makan.
Ilmi mencoba mengutarakan niatnya kepada Ibu penjual nasi tersebut yang akhirnya diketahui Ilmi namanya adalah Bu Lina.
“Bagaimana ya nak, Ibu memang mengaku kewalahan kalo pembeli berdatangan dan sangat ramai, tapi kamu lihat sendiri usaha warung Ibu masih kecil-kecilan, Ibu juga tidak berjualan dengan mematok keuntungan yang besar, Ibu hanya mengambil keuntungan kecil dengan berharap banyak orang yang mampir.”
Ilmi mulai menunjukkan raut sedih dan kecewa mendengar penjelasan Bu Lina tersebut.
“Owh..begitu ya Bu, tapi saya sangat butuh pekerjaan Bu, tidak apa-apa jika gajinya kecil, saya harus bekerja untuk menopang biaya hidup saya sehari-hari Bu, minimal untuk mencukupi makan saja tidak apa-apa bu.” Ilmi tetap berusaha membujuk Bu lina.
“Yasudah kalau begitu, Ibu gaji kamu hanya sebatas upah mendapatkan makan tiga kali sehari bagaimana?, ya kalau memang rezeki Ibu berlebih Ibu akan memberimu uang jajan”.
Senyum mulai terkembang di wajah gadis itu.
“Terima kasih bu, Ilmi janji akan bekerja sebaik mungkin, Ibu tidak usah sungkan menegur Ilmi kalo kerjaan Ilmi tidak baik menurut Ibu”
Bu Lina merasa tersentuh dengan kegigihan gadis itu, Bu Lina merasa Ilmi benar-benar sedang membutuhkan pekerjaan sehingga membuatnya tidak tega untuk menolak meskipun warung nasinya sendiri hanya mengandalkan keuntungan yang pas-pasan.
Mulai hari itu juga Ilmi meminta untuk langsung bekerja, apa yang bisa dikerjakan pasti dikerjakan olehnya. Membungkus nasi, menyajikan pesanan, bahkan menyuci piring. Pertama-tama terasa sulit baginya membungkus nasi karena belum terbiasa, namun akhirnya dia bisa melakukannya sebaik Bu Lina.
Bu Lina meminta Ilmi untuk bekerja dari pagi hingga menjelang magrib, dan Ilmi menyanggupinya, rasa lelah tidak lagi ia hiraukan, pernah bekerja sebagai karyawan pengupas kepiting sudah membuatnya tahu akan arti lelah yang sebenarnya. Tidak ada lelah jika segala sesuatu kita kerjakan dengan seikhlas hati.
Menjelang magrib Ilmi kembali pulang kekosan Putri, Ilmi mengetuk Pintu dan Putri membukakannya dari dalam. Terlihat Putri menyambutnya dengan wajah cemas.
“Kamu dari mana saja Mi?, aku coba hubungi tapi malah HP nya kamu tinggal.” Introgasi Putri padanya karena memang Ilmi tidak memberi tahu bahwa dia pergi keluar ditambah liga dia lupa membawa ponselnya dan tertinggal di atas lemari.
“Maaf Put, tadi aku pergi keluar mau beli makanan eh malah ternyata urusannya jadi sepanjang ini” Ilmi semakin membuat Putri khawatir dengan penjelasannya, dia benar-benar takut terjadi apa-apa dengan Ilmi karena dia tahu tempat itu masih sangat asing bagi Ilmi.
“Siapa yang jahat sama kamu?, kamu tersesat?, atau mungkin tertabrak waktu lagi nyebrang jalan?”. Bertubi-tubi pertanyaan akan dugaan Putri dilontarkannya pada Ilmi.
“Husssss,,,,jelek amat sih mikirnya”. Ilmi senyum-senyum melihat respon sahabatnya tersebut, Ia juga merasa bersalah membuat Putri sepanik itu. Ilmi mulai menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya.
“Masya Allah” Putri terkulai lemas
“Kamu benar-benar buat aku takut non, lagipula ngapain sih kamu sampai nyari kerjaan Cuma untuk makan, kamu bareng makan sama aku aja kan bisa Mi, toh juga makanan ketringnya untuk berdua masih cukup Mi”.
“Aku kan gak enak nyusahin kamu terus Put, lagipula gak papa kok, hitung-hitung aku bisa ngisi waktu siang hari kalo kamu tinggal kuliah Put”.
“Kamu tu ya, selalu aja mikir nyusahin orang, gak ada yang merasa disusahkan kok, aku malah senang jadi ada temen disini”.
“Yasudah makasih mbak yuk, jangan marah-marah terus donk, sebentar aja kok, sembari aku mencari-cari pekerjaan yang lebih mencukupi lagi”.
“Iya-iya dech..aku kalah” sahut Putri sambil tersenyum.
“Oh iya, bantuin aku kerjain tugas kuliah Bahasa Inggris ku ya Mi, kalo soal-soal begini pasti makanan kamu, aku malah gak pernah ngeh sama yang namanya Bahasa Inggris”.
“Ada-ada saja, kamu yang kuliah, pasti kamu yang lebih tau” sahut Ilmi merasa tidak percaya diri jika harus menyelesaikan soal-soal tingkat perguruan tinggi, sedangkan dia menyadari dirinya yang hanya tamatan SMA.
“Kamu kayak gak tau aja Mi, aku paling susah nyambung kalo udah bahas materi Bahasa orang London Ini”
Ilmi tertawa mendengarnya, ia memang tahu Putri Pakar dalam masalah hitung-hitungan dan Matematika adalah Pelajaran favoritnya, wajar saja kejuruan yang diambilnya pun Pendidikan Matematika, Ilmi yakin Putri Pasti bisa menggenggam impiannya sedari dulu yang ingin sekali menjadi seorang dosen Matematika. Putri benar-benar mendambakan menjadi Mathematicians sejati. Sementara dirinya sampai saat ini masih mengubur dalam-dalam impiannya melanjut kuliah untuk mempelajari Sastra Inggris.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar