13. Musibah
Mendapati gaji pertamanya sebagai seorang kasir Ilmi
sangat bahagia, sepulang dari bekerja Ilmi langsung mengirimkan sebagian
gajinya untuk sang Ibu dikampung halaman. Setelah Ilmi mengirimkan uang
tersebut, Ilmi bergegas menelpon Ibunya agar Ibunya senang mengetahui dia yang
masih bekerja keras untuk keluarga.
Baru sekali saja nomor ponsel Ibunya ditelpon sudah
langsung dijawab oleh sang Ibu. Ibu Ilmi seakan tahu bahwa Putrinya akan
menelpon.
“Assalamualaikum Mi, Ibu senang kamu menelpon”
Mendengar ucapan tersebut senyuman merekah di
bibirnya.
“Waalaikumsalam..Ilmi kangen sama Ibu”
“Ilmi sudah kirimkan uang tadi untuk Ibu, tidak banyak
Bu, semoga bermanfaat buat Ibu”.
“Makasi ya Mi, Ibu bangga sekali punya anak seperti
Ilmi”.
Ilmi menitikkan air matanya, Iya senang jika memang
harus berkorban apapun demi menolong sang Ibu.
“Bu..ada yang mau Ilmi ceritakan pada Ibu, sebelumnya
Ilmi minta maaf pernah berbohong……”.
Ilmi kemudian menceritakan semua yang telah terjadi.
Ibunya sempat berkali-kali Istighfar mendengar cerita Putrinya. Bukannya marah,
Ibunya kasihan setelah tahu besarnya pengrobanan yang telah dilakukan Putri
sulungnya itu. Dia dipaksa oleh keadaan unutk dewasa sebelum waktunya dengan
cobaan yang selalu datang silih berganti. Lama Ibu dan anak itu saling terisak
melalui telpon. Setelah selesai menelpon Ibunya, Ilmi keluar dari kamar dan
serentak dengan Putri yang baru pulang dari kekosan tersebut.
“Kenapa mata kamu bengkak Mi?”
“Biasa baru nelpon Ibu, terbawa rasa kangen Put”.
“Owh, aku kira ada apa”.
Malam hari seperti biasanya Putri mengajar privat
matematika murid-muridnya dan Ilmi menggunakan waktu malam untuk beristirahat
dan sekedar menonton tv. Setelah murid-muridnya pulang Putri kembali bergabung
dengan Ilmi untuk menonton tv bersama.
“Besok aku Libur kerja Put”
“Loh..kenapa libur Mi?”
“Entah aku juga kurang tau, tadi atasanku bilang besok
supermarket tutup”.
“Hemmmm…begitu,,jadi besok kamu di rumah aja seharian
Mi?
“Rencananya sih aku pengen jalan-jalan. Selama disini
aku belum pernah kemana-mana. Aku pengen lihat rumahku dulu Put”.
“Owh iya, kamu dulu kan lahir di Medan. Kamu masih
ingat alamatnya dimana Mi?”.
“Insya Allah masih, sebentar aja kok, Cuma pengen
lihat-lihat daerah tempat aku dulu dibesarkan hingga SMP”.
“Yasudah kamu hati-hati besok ya, sayangnya aku
kuliah, kalo gak, aku mau kok nemenin
kamu”.
“Udah gak apa-apa, aku berani kok sendiri, tenang
aja”.
Dan malam itu banyak mimpi Indah menyelimuti tidurnya,
mungkin karena siang itu mendapat gaji dan bisa mengirimkannya untuk keluarga
serta besok dia bisa libur bekerja membuat hatinya begitu senang.
Keesokan harinya seperti rencananya Ilmi bergegas
pergi menuju tempat yang dimaksud, sebuah komplek perumahan yang tidak sulit
untuk ditemukan karena tidak jauh dari pusat kota.
Lama Ilmi terduduk dibawah sebuah pohon dan
memperhatikan sebuah rumah yang cukup besar di kelilingi pagar dengan taman
yang indah. Rumah itu adalah rumah yang dulunya di huni olehnya. Rumah yang
dulu berisikan semua kenangan manis antara dirinya dengan almarhum Bapaknya.
Tidak banyak yang berubah dari rumah itu maupun lingkungannya meskipun telah
bertahun-tahun dihuni oleh penghuni yang baru.
Setelah puas bernostalgia dengan masa lalunya, Ilmi
mulai beranjak dari tempat duduknya dan berjalan sekitar beberapa meter untuk
mencari angkutan yang bisa mengantarkannya pulang kekosan Putri. Saat hendak
menyebrangi jalan diperempatan, tiba-tiba dari tikungan sebelah kiri ada sebuah
sepeda motor yang melaju kencang hingga akhirnya menabrak Ilmi yang sedang
menyebrang.
Ilmi sempat berteriak sekuat-kuatnya hingga akhirnya
dia jatuh tersungkur, terjadi benturan keras di kepalanya dan terlihat seketika
darah membanjiri dirinya. Sang pengemudi sepeda motor yang menabrak Ilmi pun
terjatuh keluar dari jalanan. Namun dia masih bisa berdiri dan melihat korban
yang ia tabrak seorang wanita yang kini tergeletak ditengah jalan dengan
bersimbah darah. Pengemudi sepeda motor tersebut segera berteriak meminta
pertolongan hingga akhirnya penduduk setempat pun segera memanggilkan
ambulance.
Ilmi segera di larikan ke rumahh sakit terdekat guna mendapat pertolongan pertama terutama
berupa donor danar karena banyaknya darah yang habis karena kepalanya terbentur
aspal yang mengakibatkan luka yang tidak bisa di sepelekan.
Sementara itu, sang pengemudi pun harus berurusan
dengan pihak yang berwajib dan langsung menjadi tersangka dari kasus tabrakan
tersebut.
Pihak kepolisian pun menghubungi kerabat terdekatnya
berdasarkan nomor-nomor handphone yang tertera di ponsel Ilmi. Polisi menghungi
nomor yang terbanyak dihubungi dan menghubungi Ilmi diponsel Ilmi. Setelah
tersambung dengan pemilik nomor yang tidak lain adalah Putri, polisi langsung
menceritakan kejadian yang menimpa sahabatnya. Putri benar-benar shock dengan kabar tersebut. Ia langsung
bergegas kerumah sakit yang menjadi tempat Ilmi dirawat.
Sesampainya di kamar pasien tempat Ilmi dirawat, Putri mendapati sahabatnya yang
tidak sadarkan diri. Terlihat perban membaluti kepalanya dan selang oksigen
yang terhubung ke hidungnya. Langkahnya lunglai mendekati tubuh yang terbaring tidak berdaya itu. Ia
tidak menyangka musibah ini menimpa
sahabatnya mengingat betapa senangnya Ilmi tadi pagi bisa mendapat libur kerja
dan pergi untuk melepaskan penatnya.
Dokter memberi penjelasan tentang diagnose sementara
resiko kecelakaan yang dialami Ilmi. Terjadi penggumpalan darah di otaknya. Minimal
dia akan terkena geger otak kecil. Putri
terpaku mendengar penuturan tersebut.
“Jika kondisinya sudah memungkinkan, kita harus
mengoperasinya agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan padanya kelak”.
“Iya dok, saya mohon lakukan yang terbaik untuknya,
selamatkan dia dok”.
“Kami akan mengupayakannya semaksimal mungkin, tapi
semua usaha tetap yang kuasa yang mengaturnya, kami mohon do’a dari pihak
keluarga untuk keberhasilan operasinya kelak”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar