Kamis, 27 Juni 2013

13. Musibah (Pelangi Setelah Hujan)



13. Musibah
Mendapati gaji pertamanya sebagai seorang kasir Ilmi sangat bahagia, sepulang dari bekerja Ilmi langsung mengirimkan sebagian gajinya untuk sang Ibu dikampung halaman. Setelah Ilmi mengirimkan uang tersebut, Ilmi bergegas menelpon Ibunya agar Ibunya senang mengetahui dia yang masih bekerja keras untuk keluarga.
Baru sekali saja nomor ponsel Ibunya ditelpon sudah langsung dijawab oleh sang Ibu. Ibu Ilmi seakan tahu bahwa Putrinya akan menelpon.
“Assalamualaikum Mi, Ibu senang kamu menelpon”
Mendengar ucapan tersebut senyuman merekah di bibirnya.
“Waalaikumsalam..Ilmi kangen sama Ibu”
“Ilmi sudah kirimkan uang tadi untuk Ibu, tidak banyak Bu, semoga bermanfaat buat Ibu”.
“Makasi ya Mi, Ibu bangga sekali punya anak seperti Ilmi”.
Ilmi menitikkan air matanya, Iya senang jika memang harus berkorban apapun demi menolong sang Ibu.
“Bu..ada yang mau Ilmi ceritakan pada Ibu, sebelumnya Ilmi minta maaf pernah berbohong……”.
Ilmi kemudian menceritakan semua yang telah terjadi. Ibunya sempat berkali-kali Istighfar mendengar cerita Putrinya. Bukannya marah, Ibunya kasihan setelah tahu besarnya pengrobanan yang telah dilakukan Putri sulungnya itu. Dia dipaksa oleh keadaan unutk dewasa sebelum waktunya dengan cobaan yang selalu datang silih berganti. Lama Ibu dan anak itu saling terisak melalui telpon. Setelah selesai menelpon Ibunya, Ilmi keluar dari kamar dan serentak dengan Putri yang baru pulang dari kekosan tersebut.
“Kenapa mata kamu bengkak Mi?”
“Biasa baru nelpon Ibu, terbawa rasa kangen Put”.
“Owh, aku kira ada apa”.
Malam hari seperti biasanya Putri mengajar privat matematika murid-muridnya dan Ilmi menggunakan waktu malam untuk beristirahat dan sekedar menonton tv. Setelah murid-muridnya pulang Putri kembali bergabung dengan Ilmi untuk menonton tv bersama.
“Besok aku Libur kerja Put”
“Loh..kenapa libur Mi?”
“Entah aku juga kurang tau, tadi atasanku bilang besok supermarket tutup”.
“Hemmmm…begitu,,jadi besok kamu di rumah aja seharian Mi?
“Rencananya sih aku pengen jalan-jalan. Selama disini aku belum pernah kemana-mana. Aku pengen lihat rumahku dulu Put”.
“Owh iya, kamu dulu kan lahir di Medan. Kamu masih ingat alamatnya dimana Mi?”.
“Insya Allah masih, sebentar aja kok, Cuma pengen lihat-lihat daerah tempat aku dulu dibesarkan hingga SMP”.
“Yasudah kamu hati-hati besok ya, sayangnya aku kuliah, kalo gak, aku mau  kok nemenin kamu”.
“Udah gak apa-apa, aku berani kok sendiri, tenang aja”.
Dan malam itu banyak mimpi Indah menyelimuti tidurnya, mungkin karena siang itu mendapat gaji dan bisa mengirimkannya untuk keluarga serta besok dia bisa libur bekerja membuat hatinya begitu senang.
Keesokan harinya seperti rencananya Ilmi bergegas pergi menuju tempat yang dimaksud, sebuah komplek perumahan yang tidak sulit untuk ditemukan karena tidak jauh dari pusat kota.
Lama Ilmi terduduk dibawah sebuah pohon dan memperhatikan sebuah rumah yang cukup besar di kelilingi pagar dengan taman yang indah. Rumah itu adalah rumah yang dulunya di huni olehnya. Rumah yang dulu berisikan semua kenangan manis antara dirinya dengan almarhum Bapaknya. Tidak banyak yang berubah dari rumah itu maupun lingkungannya meskipun telah bertahun-tahun dihuni oleh penghuni yang baru.
Setelah puas bernostalgia dengan masa lalunya, Ilmi mulai beranjak dari tempat duduknya dan berjalan sekitar beberapa meter untuk mencari angkutan yang bisa mengantarkannya pulang kekosan Putri. Saat hendak menyebrangi jalan diperempatan, tiba-tiba dari tikungan sebelah kiri ada sebuah sepeda motor yang melaju kencang hingga akhirnya menabrak Ilmi yang sedang menyebrang.
Ilmi sempat berteriak sekuat-kuatnya hingga akhirnya dia jatuh tersungkur, terjadi benturan keras di kepalanya dan terlihat seketika darah membanjiri dirinya. Sang pengemudi sepeda motor yang menabrak Ilmi pun terjatuh keluar dari jalanan. Namun dia masih bisa berdiri dan melihat korban yang ia tabrak seorang wanita yang kini tergeletak ditengah jalan dengan bersimbah darah. Pengemudi sepeda motor tersebut segera berteriak meminta pertolongan hingga akhirnya penduduk setempat pun segera memanggilkan ambulance.
Ilmi segera di larikan ke rumahh sakit terdekat  guna mendapat pertolongan pertama terutama berupa donor danar karena banyaknya darah yang habis karena kepalanya terbentur aspal yang mengakibatkan luka yang tidak bisa di sepelekan.
Sementara itu, sang pengemudi pun harus berurusan dengan pihak yang berwajib dan langsung menjadi tersangka dari kasus tabrakan tersebut.
Pihak kepolisian pun menghubungi kerabat terdekatnya berdasarkan nomor-nomor handphone yang tertera di ponsel Ilmi. Polisi menghungi nomor yang terbanyak dihubungi dan menghubungi Ilmi diponsel Ilmi. Setelah tersambung dengan pemilik nomor yang tidak lain adalah Putri, polisi langsung menceritakan kejadian yang menimpa sahabatnya. Putri benar-benar  shock dengan kabar tersebut. Ia langsung bergegas kerumah sakit yang menjadi tempat Ilmi dirawat.
Sesampainya di kamar pasien tempat Ilmi  dirawat, Putri mendapati sahabatnya yang tidak sadarkan diri. Terlihat perban membaluti kepalanya dan selang oksigen yang terhubung ke hidungnya. Langkahnya lunglai mendekati  tubuh yang terbaring tidak berdaya itu. Ia tidak  menyangka musibah ini menimpa sahabatnya mengingat betapa senangnya Ilmi tadi pagi bisa mendapat libur kerja dan pergi untuk melepaskan penatnya.
Dokter memberi penjelasan tentang diagnose sementara resiko kecelakaan yang dialami Ilmi. Terjadi penggumpalan darah di otaknya. Minimal dia akan terkena geger  otak kecil. Putri terpaku mendengar penuturan tersebut.
“Jika kondisinya sudah memungkinkan, kita harus mengoperasinya agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan padanya kelak”.
“Iya dok, saya mohon lakukan yang terbaik untuknya, selamatkan dia dok”.
“Kami akan mengupayakannya semaksimal mungkin, tapi semua usaha tetap yang kuasa yang mengaturnya, kami mohon do’a dari pihak keluarga untuk keberhasilan operasinya kelak”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar