Namun sayangnya aku tidak bisa berada di sampingnya saat Allah memanggilnya, Allah hanya memberiku kesempatan memeluk dan merawat ia sakit 3 minggu sebelum beliau pergi, dan hanya diberi kesempatan mengecup pipinya sekali sebelum ia terbaring diperistirahatan abadinya.
Kini beliau telah tenang di sisi-Nya.
Dan kelak dengan izin dari-Nya, Insya Allah kami akan berkumpul kembali di surga.
Amin..
Cerpen pertamaku : Pergi
Kepalaku
terasa masih sakit, padahal aku sudah cukup lama tertidur, tapi terasa begitu
cepat azan subuh itu berkumandang, aku memaksakan diri untuk bangun dan segera
kekamar mandi untuk berwudhu’ lalu melaksanakan kewajiban shalat subuh itu,
dalam do’a ku berharap segala yang terbaik diberikan sang pencipta padaku,
karena akhir-akhir ini aku merasakan firasat yang tidak enak, aku berharap
tidak terjadi sesuatu yang buruk dikehidupanku.
Menjelang
pagi ku lewati dengan mendengarkan siaran radio yang saat itu sedang memutar
kaset mengaji yang cukup menenangkan fikiranku, didalam kamar kost itu aku
terbaring melihat ke langit-langit kamar, tubuhku terasa lemas, sepertinya aku
akan demam, obat sakit kepala yang ku minum sebelum tidur tadi malam ternyata tidak
cukup mujarap menghilangkan nyerinya. Tiba-tiba aku teringat keluargaku
dikampung halaman yang letaknya 4 jam dari kota tempatku menuntut ilmu disalah
satu perguruan tinggi dikota tersebut. Aku begitu merindukan keluargaku yang
sudah dua bulan tidak bertemu, ingin sekali rasanya jika sedang sakit seperti
ini aku berada didekat bunda.
Seakan
memiliki kontak batin yang kuat antara seorang ibu dan anak, saat itu juga HP
ku berdering yang ternyata adalah telpon dari bundaku. Aku heran karena tidak
biasanya bunda menelpon ku sepagi ini, aku melihat jam masih menunjukkan pukul
enam pagi. Aku langsung saja menjawab telpon tersebut dan seakan tubuh ini
semakin melemah setelah menjawab telpon dan mendengarkan kabar yang begitu
tidak ku sangka, tubuhku bergetar, tanpa sadar aku tidak menjawab sepatah
katapun apa yang dikatakan bundaku, malah aku langsung memutus telpon tersebut.
Aku masih tidak percaya dengan kabar tersebut, namun sungai kecil itu mulai
mengalir dpipiku, isak tangisku mulai mengisi ruang kamar itu, aku berusaha
mencubit pipiku berharap ini hanya sebuah mimpi, namun rasanya begitu sakit,
aku kembali meraung dalam tangis ternyata ini adalah kenyataan.
Aku
segera mandi kemudian bergegas bersiap-siap menuju terminal bus untuk segera
memesan tiket agar bisa secepatnya tiba dikampung halaman. Hanya butuh beberapa
menit menunggu bus yang kutumpangi pun berangkat. Diperjalanan aku tak henti
mencoba menahan diri agar air mata itu tidak jatuh ditengah-tengah para
penumpang lain yang tidak ku kenal. Aku mulai menyadari ternyata ini semua
jawaban dari segala firasatku yang tidak enak selama ini, sejalan dengan bus
yang terus melaju, aku terhanyut dalam lamunan dan kesedihanku.
Aku
tiba diterminal kampung halamanku dan segera seorang tukang becak
mengantarkanku kerumah. Sesampainya dirumah aku diliputi perasaan heran luar
biasa, didepan rumah aku disambut oleh nenekku yang tersenyum manis menunggu
kepulanganku, akupun langsung saja memeluknya yang membuatnya juga heran dengan
sikapku. Ibu pun keluar dari rumah dan kemudian aku menyalami tangannya. Ingin
sekali rasanya aku menyampaikan segala hal yang ada dibenakku ini, namun
tiba-tiba saja ibu mengajakku masuk kedalam rumah. Sejuta tanda tanya melayang
saat aku melangkah masuk kedalam rumah, aku kembali melihat nenek yang sedari
kecilku memang tinggal bersama kami, aku melihatnya dengan tanpa ada keanehan
sama sekali padanya, malahan aku melihat wajahnya yang kian berseri saat
tersenyum padaku.
Aku
mendatangi nenek kekamarnya, saat itu ku lihat nenek sedang mempersiapkan tas
baju dan memasukkan beberapa baju kedalamnya, aku semakin heran dengan apa yang
ku lihat, kenapa disaat aku baru tiba dirumah nenek malah hendak pergi,
lagipula tidak biasanya nenek pergi dengan membawa baju sebanyak itu. Aku pun
menanyakannya pada nenek, dan nenek hanya menjawab sederhana sambil tersenyum,
nenek bilang dia hendak pergi dan begitu senang bisa pergi karena aku telah
pulang dan melihat kepergiannya, jawaban yang begitu membuatku tidak mengerti.
Kemana
nenek akan pergi, siapa yang menemaninya, dan berapa lama dia akan pergi
sedikitpun tidak ia beritahukan padaku. Aku pun keluar dari kamar tersebut
bermaksud menanyakannya dengan ibuku, namun aku malah semakin terkejut
tiba-tiba saja anak-anak dan cucu-cucu nenek yang lain telah berkumpul dirumahku.
Aku hanya diam mematung tidak mengerti dengan situasi yang aku alami saat itu
Nenek kemudian memeluk kami satu persatu dan mengatakan
dia begitu senang disaat dia hendak pergi anak dan cucunya bisa melihat
kepergiannya, aku tidak bisa memahami kata-kata nenek tersebut seakan nenek
hendak pergi dan tidak akan kembali. Namun aku sendiri pun saat itu tidak bisa
berbuat apa-apa, ingin sekali aku menghalangi kepergiannya, namun aku seakan
tidak bisa berbuat apa-apa kecuali bersedih dan sesaat itu juga aku dan anak
cucu nenek yang lain sontak menangis melihat nenek mulai melangkah keluar dari
rumah dan terus saja berjalan menjauh hingga tidak lagi terlihat olehku.
Aku melihat mereka semua menangis dan akupun sama seperti
mereka tidak bisa menyembunyikan kesedihanku, tiba-tiba bahuku dipukul oleh
seseorang, perlahan dan lama-kelamaan semakin keras dan akupun terjaga dari
tidurku dan mendapati diriku hanya tinggal sendirian didalam bus tersebut, aku
begitu terkejut melihat sekelilingku sudah sepi tidak ada penumpang, aku
merapikan kerudung yang kukenakan yang mulai agak kusut dan baru menyadari
ternyata aku baru saja bermimpi, aku kembali teringat ternyata aku tertidur
cukup lama dalam perjalanan pulang kekampung halaman karena menerima kabar tadi
subuh dari bundaku bahwa nenekku meninggal dunia. Aku tidak menyangka dalam
perjalanan tersebut aku akan tertidur dan bermimpi bertemu dengan nenekku,
ternyata nenekku menyambut kepulanganku dan mengucapkan salam perpisahannya
padaku lewat mimpi, aku kembali merasa begitu sedih.
Aku tiba dirumah duka yang telah dipenuhi oleh para
pelayat, aku melihat semua anak dan cucu nenek yang berkumpul menangis
mengerumuni sesosok jasat yang tidak lagi bernyawa itu, dengan langkah gontai
aku menghapiri mereka dan jatuh dalam pelukan bundaku, bundaku mengusap kepalaku
dan memintaku agar mengikhlaskan kepergian nenek yang begitu mendadak itu. Aku
hanya bisa menangis tanpa bisa berkata apa-apa, mereka pun mempersilahkan ku
mencium nenek untuk terakhir kalinya sebelum akan diselenggarakan fardhu
kifayah yang berikutnya.
Rasanya
sulit bagiku menerima kenyataan nenek pergi untuk selamanya, masih teringat
olehku saat terakhir aku hendak pergi meninggalkan rumah dimana aku masih
menciumnya dalam keadaan sehat wal’afiat, aku juga masih teringat dengan
nasehat-nasehat terakhirnya. Namun kini dia terbaring tak berdaya, meskipun
begitu aku tetap mengikhlaskannya karena semuanya adalah kehendak yang Maha
Kuasa dan yakin bahwa nenek kini telah tenang di sisih-Nya.
sabar y sayang,,,
BalasHapussemua itu ad hikma ny
ni udh takdir yang d tentukn yg Maha Kuasa..