Senin, 14 Mei 2012

Pergi

Kisah ini ku tulis karena terinspirasi dari rasa rindu pada almarhumah nenekku, almarhumah pergi dan tidak akan kembali lagi. Beliau merupakan ibu kedua bagiku, menyayangiku seperti anak bukan cucu.
Namun sayangnya aku tidak bisa berada di sampingnya saat Allah memanggilnya, Allah hanya memberiku kesempatan memeluk dan merawat ia sakit 3 minggu sebelum beliau pergi, dan hanya diberi kesempatan mengecup pipinya sekali sebelum ia terbaring diperistirahatan abadinya.
Kini beliau telah tenang di sisi-Nya.
Dan kelak dengan izin dari-Nya, Insya Allah kami akan berkumpul kembali di surga.
Amin..

Cerpen pertamaku : Pergi


Kepalaku terasa masih sakit, padahal aku sudah cukup lama tertidur, tapi terasa begitu cepat azan subuh itu berkumandang, aku memaksakan diri untuk bangun dan segera kekamar mandi untuk berwudhu’ lalu melaksanakan kewajiban shalat subuh itu, dalam do’a ku berharap segala yang terbaik diberikan sang pencipta padaku, karena akhir-akhir ini aku merasakan firasat yang tidak enak, aku berharap tidak terjadi sesuatu yang buruk dikehidupanku.
Menjelang pagi ku lewati dengan mendengarkan siaran radio yang saat itu sedang memutar kaset mengaji yang cukup menenangkan fikiranku, didalam kamar kost itu aku terbaring melihat ke langit-langit kamar, tubuhku terasa lemas, sepertinya aku akan demam, obat sakit kepala yang ku minum sebelum tidur tadi malam ternyata tidak cukup mujarap menghilangkan nyerinya. Tiba-tiba aku teringat keluargaku dikampung halaman yang letaknya 4 jam dari kota tempatku menuntut ilmu disalah satu perguruan tinggi dikota tersebut. Aku begitu merindukan keluargaku yang sudah dua bulan tidak bertemu, ingin sekali rasanya jika sedang sakit seperti ini aku berada didekat bunda.
Seakan memiliki kontak batin yang kuat antara seorang ibu dan anak, saat itu juga HP ku berdering yang ternyata adalah telpon dari bundaku. Aku heran karena tidak biasanya bunda menelpon ku sepagi ini, aku melihat jam masih menunjukkan pukul enam pagi. Aku langsung saja menjawab telpon tersebut dan seakan tubuh ini semakin melemah setelah menjawab telpon dan mendengarkan kabar yang begitu tidak ku sangka, tubuhku bergetar, tanpa sadar aku tidak menjawab sepatah katapun apa yang dikatakan bundaku, malah aku langsung memutus telpon tersebut. Aku masih tidak percaya dengan kabar tersebut, namun sungai kecil itu mulai mengalir dpipiku, isak tangisku mulai mengisi ruang kamar itu, aku berusaha mencubit pipiku berharap ini hanya sebuah mimpi, namun rasanya begitu sakit, aku kembali meraung dalam tangis ternyata ini adalah kenyataan.
Aku segera mandi kemudian bergegas bersiap-siap menuju terminal bus untuk segera memesan tiket agar bisa secepatnya tiba dikampung halaman. Hanya butuh beberapa menit menunggu bus yang kutumpangi pun berangkat. Diperjalanan aku tak henti mencoba menahan diri agar air mata itu tidak jatuh ditengah-tengah para penumpang lain yang tidak ku kenal. Aku mulai menyadari ternyata ini semua jawaban dari segala firasatku yang tidak enak selama ini, sejalan dengan bus yang terus melaju, aku terhanyut dalam lamunan dan kesedihanku.
Aku tiba diterminal kampung halamanku dan segera seorang tukang becak mengantarkanku kerumah. Sesampainya dirumah aku diliputi perasaan heran luar biasa, didepan rumah aku disambut oleh nenekku yang tersenyum manis menunggu kepulanganku, akupun langsung saja memeluknya yang membuatnya juga heran dengan sikapku. Ibu pun keluar dari rumah dan kemudian aku menyalami tangannya. Ingin sekali rasanya aku menyampaikan segala hal yang ada dibenakku ini, namun tiba-tiba saja ibu mengajakku masuk kedalam rumah. Sejuta tanda tanya melayang saat aku melangkah masuk kedalam rumah, aku kembali melihat nenek yang sedari kecilku memang tinggal bersama kami, aku melihatnya dengan tanpa ada keanehan sama sekali padanya, malahan aku melihat wajahnya yang kian berseri saat tersenyum padaku.
Aku mendatangi nenek kekamarnya, saat itu ku lihat nenek sedang mempersiapkan tas baju dan memasukkan beberapa baju kedalamnya, aku semakin heran dengan apa yang ku lihat, kenapa disaat aku baru tiba dirumah nenek malah hendak pergi, lagipula tidak biasanya nenek pergi dengan membawa baju sebanyak itu. Aku pun menanyakannya pada nenek, dan nenek hanya menjawab sederhana sambil tersenyum, nenek bilang dia hendak pergi dan begitu senang bisa pergi karena aku telah pulang dan melihat kepergiannya, jawaban yang begitu membuatku tidak mengerti.
Kemana nenek akan pergi, siapa yang menemaninya, dan berapa lama dia akan pergi sedikitpun tidak ia beritahukan padaku. Aku pun keluar dari kamar tersebut bermaksud menanyakannya dengan ibuku, namun aku malah semakin terkejut tiba-tiba saja anak-anak dan cucu-cucu nenek yang lain telah berkumpul dirumahku. Aku hanya diam mematung tidak mengerti dengan situasi yang aku alami saat itu
            Nenek kemudian memeluk kami satu persatu dan mengatakan dia begitu senang disaat dia hendak pergi anak dan cucunya bisa melihat kepergiannya, aku tidak bisa memahami kata-kata nenek tersebut seakan nenek hendak pergi dan tidak akan kembali. Namun aku sendiri pun saat itu tidak bisa berbuat apa-apa, ingin sekali aku menghalangi kepergiannya, namun aku seakan tidak bisa berbuat apa-apa kecuali bersedih dan sesaat itu juga aku dan anak cucu nenek yang lain sontak menangis melihat nenek mulai melangkah keluar dari rumah dan terus saja berjalan menjauh hingga tidak lagi terlihat olehku.
            Aku melihat mereka semua menangis dan akupun sama seperti mereka tidak bisa menyembunyikan kesedihanku, tiba-tiba bahuku dipukul oleh seseorang, perlahan dan lama-kelamaan semakin keras dan akupun terjaga dari tidurku dan mendapati diriku hanya tinggal sendirian didalam bus tersebut, aku begitu terkejut melihat sekelilingku sudah sepi tidak ada penumpang, aku merapikan kerudung yang kukenakan yang mulai agak kusut dan baru menyadari ternyata aku baru saja bermimpi, aku kembali teringat ternyata aku tertidur cukup lama dalam perjalanan pulang kekampung halaman karena menerima kabar tadi subuh dari bundaku bahwa nenekku meninggal dunia. Aku tidak menyangka dalam perjalanan tersebut aku akan tertidur dan bermimpi bertemu dengan nenekku, ternyata nenekku menyambut kepulanganku dan mengucapkan salam perpisahannya padaku lewat mimpi, aku kembali merasa begitu sedih.
            Aku tiba dirumah duka yang telah dipenuhi oleh para pelayat, aku melihat semua anak dan cucu nenek yang berkumpul menangis mengerumuni sesosok jasat yang tidak lagi bernyawa itu, dengan langkah gontai aku menghapiri mereka dan jatuh dalam pelukan bundaku, bundaku mengusap kepalaku dan memintaku agar mengikhlaskan kepergian nenek yang begitu mendadak itu. Aku hanya bisa menangis tanpa bisa berkata apa-apa, mereka pun mempersilahkan ku mencium nenek untuk terakhir kalinya sebelum akan diselenggarakan fardhu kifayah yang berikutnya.
Rasanya sulit bagiku menerima kenyataan nenek pergi untuk selamanya, masih teringat olehku saat terakhir aku hendak pergi meninggalkan rumah dimana aku masih menciumnya dalam keadaan sehat wal’afiat, aku juga masih teringat dengan nasehat-nasehat terakhirnya. Namun kini dia terbaring tak berdaya, meskipun begitu aku tetap mengikhlaskannya karena semuanya adalah kehendak yang Maha Kuasa dan yakin bahwa nenek kini telah tenang di sisih-Nya.



1 komentar:

  1. sabar y sayang,,,
    semua itu ad hikma ny
    ni udh takdir yang d tentukn yg Maha Kuasa..

    BalasHapus